Sabtu, 14 Januari 2012

Life goes on... (and on, and on)

Kemarin gw ke acara brunch bareng fantastik 5, yang belum tau fantastik 5 itu apa, let me explain it a bit

fantastik 5 adalah semacam geng yang isinya 5 orang, yang pertama ketemu di tempat yang sama, kerja di instansi yang sama , tapi nasib (dan pilihan hidup) yang nggak semuanya sama

we've shared some hilarious moments, ngobrol2 kosong, yang isinya cuma haha hihi doang, but I enjoyed my time with them.

sampai pada satu titik, dimana mereka sudah memilih jalan mereka, dan gw masih bergeming di posisi gw saat pertama ketemu mereka.

Juli 2011
empat anggota fantastik 5 memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar kedinasan di salah satu perguruan tinggi non kedinasan di Jakarta, cuma gw yang nggak milih untuk melanjutkan, alasan gw saat itu: gw nggak mau kuliah akuntansi, apalagi kuliah malem; gw mau ikut program diploma khusus; lagi nggak ada uang buat daftar.

November 2011
tiga dari lima anggota fantastik 5, termasuk gw, ikut seleksi program diploma khusus, dua yang lain memilih untuk tetap melanjutkan kuliah mereka di luar kedinasan.

Desember 2011
dua dari tiga orang anggota yang ikut tes dinyatakan lulus, sayangnya gw bukan salah satu diantaranya.

Januari 2012
pertengahan bulan, mereka berencana ngadain acara makan-makan kecil di kost salah satu anggota, itung-itung sebagai acara syukuran kecil-kecilan.

Tadinya gw pikir suasana acara itu akan sama seperti acara ketemuan kami sebelumnya, tapi ternyata gw salah, awalnya gw udah wanti-wanti diri gw sendiri bahwa mungkin suasana nggak akan senyaman saat kami masih belum pisah jalan dulu.

Lalu ternyata benar, gw nggak nemu lagi perasaan nyaman ketika kumpul sama mereka

Bukan karena sikap mereka yang berubah ke gw, mereka tetap ngomong dalam bahasa Jawa, yang mana bikin gw roaming, cuma bisa ngerti sedikit-sedikit mengenai apa yang mereka omongin.

Tapi lebih karena gw nggak siap nerima kenyataan bahwa mereka sekarang sudah beberapa langkah di depan, meninggalkan gw yang masih duduk manis sambil minum teh, sibuk dengan rutinitas gw.

Then, gw sadar, bahwa gw sudah tertinggal jauh di belakang rata-rata teman-teman seangkatan gw.

"Si anu udah mau punya anak, lho". I don't care, I'm not having any baby in this age
"si Itu tanggal 7 bulan depan nikah", so what?
"si Ini usahanya makin maju aja lho, tapi gayanya sih tetep aja ky gitu", er, what?
"si X sekarang udah punya mobil, yaa masih nyicil sih, tapi udah punya", uhm....
"anak2 di kelas diploma khusus ini pada glamor banget gaya hidupnya", like I care

Well, pembicaraan masih sama, nggak berisi, cuma diisi dengan berita-berita yang nggak berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak.

Tapi somehow, pembicaraan-pembicaraan mereka itu menampar gw

Menampar gw,

yang ngerasa 3 tahun gw kerja ini, gw ngerasa nggak banyak pencapaian yang gw dapatkan, si X udah punya bisnis, gw masih griefing about why didn't I get my grade raised last July?

yang ngerasa, mereka udah kuliah diploma khusus, nanti lulus langsung penyesuaian pangkat, gw gimana?


yang ngerasa, mereka udah ngelanjutin kuliah, kalo cepet selesai, bisa langsung ikutan UPKP, gw gimana?


yang ngerasa, si X udah punya mobil aja, sementara gw, tabungan aja masih tipis


Setelah gw renungkan sendiri, apa yang bikin gw begini adalah karena gw terlalu takut untuk melangkah.

You know, when someone feel that he took a wrong step, it could cause a traumatic experience to him

Dan itu yang terjadi pada gw.

Gw ngerasa gw telah salah ambil keputusan di masa lalu, dan gw nggak mau salah ambil keputusan lagi.

Gw sampe lupa bahwa Life is a series of failures.

Gw sampe lupa bahwa risiko akan selalu ada dalam sekecil apapun langkah yang kita ambil.

Gw juga terlena dan lupa, bahwa waktu akan terus berjalan, nggak akan nungguin orang yang berdiam diri di zona nyaman.

Tidak ada komentar: